Kisah Imam Abu Hanifah Didemo oleh Masyarakat karena Pendapatnya yang Tidak Sama dengan Mereka

- 4 Oktober 2022, 10:47 WIB
Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah /wikimedia/بلال الدويك/

BERITA BANTUL – Kisah Imam Abu Hanifah didemo oleh masyarakat karena pendapatnya yang tidak sama dengan mereka.

Imam Abu Hanifah adalah ahli fikih paling terkemuka di masanya. Imam Al Syafi’i mengatakan, “Semua orang dalam fikih adalah keluarga Abu Hanifah.”

Pandangan-pandangannya dikenal rasional. Imam Abu Hanifah dikenal sebagai "Imam Ahl Ra'yi", pemimpin mazhab fikih rasional.

Ada banyak pendapatnya yang berbeda dari mazhab lainnya. Misalnya perempuan dewasa bisa menikahkan dirinya sendiri, tanpa wali.

Baca Juga: Islam Tidak Menentukan Secara Implisit terkait Bentuk Negara

Imam Abu Hanifah pun pernah berpendapat bahwa makmum shalat tidak perlu membaca surah Al Fatihah, cukup Imamnya saja.

Menurutnya, imam adalah pemimpin. Suara imam atau pemimpin itu sudah mewakili suara pengikutnya. Bacaan imam adalah bacaan makmum.

Apakah Imam Abu Hanifah hanya mengandalkan argumen akal? Ternyata tidak. Imam Abu Hanifah juga mengemukakan dasar hukumnya dari hadis Nabi yang dipercayainya.

إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَام لِيُؤْتَمَّ بِهِ

Seseorang dijadikan imam agar diikuti makmumya.

Ini hadis Sahih Al Bukhari. Lagi pula Al-Qur’an pun menyatakan bahwa jika Al-Qur’an dibacakan kepada kalian, maka dengarkanlah dan diamlah.

Baca Juga: Biografi Syekh Yusuf Al Qaradhawi, Usia 10 Tahun Sudah Hafal Al Qur'an 30 Juz

Pendapat ini menimbulkan masalah dan kontroversi di tengah-tengah masyarakat yang umumnya penganut fikih sebagaimana mazhab Al Syafi’i yang mewajibkan setiap orang yang shalat membaca surah Al Fatihah.

Mereka marah dan menuduh yang tidak-tidak, lalu berkumpul untuk melakukan unjuk rasa sambil berteriak-teriak emosional.

Mereka menuduh Imam Abu Hanifah telah sesat dan menyesatkan. Mereka kemudian berdemo dengan mendatangi rumah Imam Abu Hanifah serta menuntutnya untuk mencabut pendapatnya itu.

Imam Abu Hanifah keluar menemui mereka sambil meminta mereka untuk bersikap tenang dan tidak membuat gaduh. Imam Abu Hanifah lalu meminta mereka tidak saling berebut bicara.

Setelah mereka tenang, Imam Abu Hanifah mengusulkan agar ada seorang di antara mereka yang terpandai untuk menjadi wakil mereka guna mendiskusikan tuntutan mereka.

Sesudah mereka menunjuk seseorang yang dianggap paling mengerti agama, Imam Abu Hanifah menanyakan kepada mereka, “Apakah kalian setuju dengan orang ini?”

Mereka menjawab serentak, “Setujuu!”

Imam Abu Hanifah bertanya lagi, “Apakah kalian akan mengikuti pendapatnya?”

Mereka menjawab lagi dengan suara yang sama, “Ya, kami akan mengikuti apa pun yang akan disampaikan dan dilakukannya.”

Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Nah, kalau demikian, masalahnya telah selesai. Sekarang kalian kembali ke rumah masing-masing.”

Mendengar itu, mereka, termasuk sang juru bicara, seperti orang bingung. “Kok selesai? Apanya yang selesai?”

Baca Juga: Sejarah Asal Mula Perayaan Maulid Nabi dan Kitab Al Barzanji yang Berisi Pujian kepada Nabi Muhammad

Peristiwa itu menunjukkan bahwa pendapat Imam Abu Hanifah dibenarkan mereka. Bukankah pemimpin mereka adalah suara mereka juga? Jadi, bukankah sudah cukup, jika ia saja yang bicara dan tidak perlu para pengikutnya ikut bicara?

Cerita singkat di atas tidak dimaksudkan sebagai persetujuan terhadap pendapat Imam Abu Hanifah untuk kasus ini. Ini hanya sekadar memperlihatkan bahwa hukum agama (fikih) tidaklah tunggal, dan bukan tanpa argumentasi dari teks agama.

Imam Abu Hanifah hanya berargumen dengan akal sederhana karena mengerti siapa yang dihadapinya.

Imam Abu Hanifah sebenarnya juga punya argumentasi naql (hadis), namun itu harus dijelaskan, mungkin akan panjang dan belum tentu dapat dimengerti.

Jadi meskipun di tempat kita ada pandangan bagi keharusan setiap orang yang shalat membaca Al Fatihah yang diikuti secara mainstream, namun pandangan yang minoritas pun perlu dihargai, karena itu pun memiliki dasar, meski kadang tidak diketahui publik.

Oleh karena itu tidak sepatutnya hal itu disesatkan.

Baca Juga: Kisah Al Rabi bin Khutsaim yang Mendidik Nafsunya, Dipuji Abdullah bin Mas’ud: Rasulullah Pasti Suka padamu

Tulisan ini dilansir dari status Husein Muhammad dari status di akun Facebook pribadinya yang dibagikan pada 18 Oktober 2018.***

 

Editor: Joko W

Sumber: Facebook


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah