Putin Siaga Perang dan Tak Mau Ditipu Lagi, Amerika Dinilai Sering Ingkar Janji dan Berkhianat

12 April 2022, 01:35 WIB
Amerika Dinilai Suka Menipu, Putin Tak Mau Lagi Dibodohi dengan Ingkar Janji /kolase pixabay/

BERITA BANTUL - Keterangan Rusia-Amerika Serikatn dalam krisis besar di Ukraina dinilai dalangnya adalah Amerika sendiri.

Vladimir Putin punya catatan sejarah buruk Amerika yang tak pernah dilupakannya, yakni suka menipu dan ingkar janji. 

Krisis Ukraina ini, Putin siagakan pasukannya secara penuh, jangan pernah lagi ditipu Amerika untuk kesekian kalinya.  

Baca Juga: TRAGIS Dikabarkan Bunuh Rakyat Sendiri, Ukraina Main Mata Fitnah Rusia Lakukan Kejahatan Perang

Laporan media ternama dari Beijing, Global Times, menegaskan bahwa sejak konflik militer antara Rusia dan Ukraina dimulai, komunitas internasional semakin menyadari peran AS dan NATO di balik krisis tersebut.

Banayk catatan hitam Amerika dan NATO yang jadi bukti dalangnya krisis Ukraina saat ini.

Global Times mencatat itu seperti ekspansi NATO ke arah timur hingga batas wilayah teritorial Rusia, meluncurkan revolusi warna, menjatuhkan sanksi pada negara-negara yang tidak patuh, hingga memaksa negara lain untuk memihak.

AS dinilai telah bertindak seperti "perencana Perang Dingin," atau "vampir" yang menciptakan "musuh" dan menghasilkan kekayaan dari tumpukan perang. 

Baca Juga: Ekspansi Nuklir China Hebohkan Dunia, Amerika Tidak Mau Hegemoninya Disaingi

Global Times bongkar bagaimana AS, dalam status negara adidayanya, telah menciptakan masalah di dunia satu demi satu krisis.  

Karena itu, Putin tidak mau lagi ditipu Amerika, karena ingkar janji sudah menjadi kelaziman bagi negeri Paman Sam itu.

Berikut data yang disuguhkan Global Times terkait catatan hitam dan tipuan AS.

Pertama, ketika Uni Soviet bubar, Rusia, sebagai "putra tertua" dari 15 republik Soviet, mewarisi status "veto satu suara" Uni Soviet di Dewan Keamanan PBB, serta sebagian besar wilayah Soviet, aset luar negeri, dan hutang. 

Baca Juga: 144 Triliun Cadangan Gas Bumi di Natuna, China Siapkan Strategi Merebutnya dari Indonesia

Pada saat yang sama, Rusia juga mewarisi kekuatan besar dan kecenderungan sejarah Uni Soviet, serta janji dan pengkhianatan, keluhan dan kebencian seputar disintegrasi Uni Soviet. 

Di antara mereka, ekspansi NATO ke timur mungkin yang paling mengejutkan bagi Rusia.

Di mata Presiden Vladimir Putin dan elit politik Rusia lainnya, Barat telah mengingkari janji yang dibuat sebelum disintegrasi Uni Soviet. 

Sebaliknya, selama tiga dekade terakhir, Amerika terus-menerus mengepung ruang keamanan strategis Rusia. 

Ini bukan hanya hasil arogan AS dan NATO, tetapi juga pengkhianatan yang tidak pernah bisa diterima Rusia.

Baca Juga: Perang Terbuka Rusia-Amerika di Depan Mata, Senjata Nuklir Jadi Penyebabnya

Kedua, Amerika suka menipu.

"'Tidak satu inci ke Timur,' kata AS pada di tahun 90-an.

"Jadi apa? Mereka menipu, dengan berani menipu kami! Lima gelombang ekspansi NATO dan sekarang, tolong, sistemnya muncul di Rumania dan Polandia," kata Putin, pada konferensi pers tahunannya pada 23 Desember 2021.

Sebelumnya pada hari yang sama, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg memberikan pidato yang mengklaim bahwa aliansi tidak pernah membuat janji untuk tidak berkembang, khususnya ke Timur. 

Janji "Tidak satu inci pun ke Timur" selalu menjadi borok Barat. 

Baca Juga: Abah Guru Sekumpul Kagetkan Imam Masjidil Aqsha, Sudah Lama Wafat Bantu Rp1 M untuk Pengungsi Palestina

Ketiga, pada awal Januari 1990, dalam pidatonya tentang reunifikasi Jerman, menteri luar negeri Jerman Barat Hans-Dietrich Genscher menjelaskan bahwa tentang perubahan di Eropa Timur dan proses penyatuan Jerman.

Dalam pertemuan penting pada 10 Februari 1990 antara pemimpin Jerman Barat Helmut Kohl dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev, disepakati bahwa Soviet pada prinsipnya akan menyetujui penyatuan Jerman di NATO, selama NATO tidak meluas ke timur.

Kemudian Menteri Luar Negeri AS James Baker membuat jaminan terkenalnya.

"Tidak satu inci ke timur" mengenai ekspansi NATO dalam pertemuannya dengan Gorbachev pada tanggal 9 Februari 1990.

"Baik Presiden maupun saya tidak bermaksud untuk mengambil keuntungan sepihak dari proses yang sedang berlangsung," kata Baker. 

Baca Juga: Usai Ukraina, Kini Taiwan Jadi Pelecut Perang Terbuka China-Amerika Serikat

"Tidak hanya untuk Uni Soviet tetapi juga untuk negara-negara Eropa lainnya, penting untuk memiliki jaminan bahwa jika Amerika Serikat mempertahankan kehadirannya di Jerman dalam kerangka NATO, tidak sejengkal pun dari NATO."

Keempat, para ahli mencatat bahwa jika bukan karena ekspansi NATO selanjutnya ke timur, krisis saat ini di Ukraina kemungkinan tidak akan terjadi. 

"Tapi sayangnya, trik kurang ajar dari "Tidak satu inci ke Timur" merobohkan bagian pertama dari dominasi," tulis Globaltimes, 23 Maret 2022.***

Editor: Muhammadun

Sumber: globaltimes.cn

Tags

Terkini

Terpopuler