“Namanya juga masih RUU, jadi justru memberi peluang kepada kita semua segenap komponen masyarakat, khususnya stakeholder pendidikan, untuk memberi masukan, kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikannya sebelum nanti menjadi UU,” pria yang juga Katib Syuriah PBNU tersebut ketika diminta tanggapan tertulis, Senin (28/03).
Menurut pria yang akrab disapa Gus Himy tersebut, penyebutan nama Sekolah maupun Madrasah dianggap sama saja.
Tetapi bila kurikulum madrasah sekarang ini bisa lebih diserap oleh “sekolah”, maka akan lebih baik. Bahkan, menurutnya, kurikulum Madrasah lebih menjanjikan.
“Terus terang, struktur kurikulum di madrasah hari ini justru lebih menjanjikan anak memiliki kualifikasi akademik yang dibutuhkan oleh pelajar seusianya, dan juga pengetahuan moral dan keagamaan yang mencukupi. Ini berbeda dengan lulusan SD, SMP, SMA atau SMK yang dirasa sangat kurang dalam hal pendidikan moral dan keagamaannya,” ujar pria yang juga salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tersebut.
Menurut Gus Hilmy, hari ini masyarakat sangat sulit berharap lulusan jenjang-jenjang sekolah itu, bagi yang beragama Islam, mampu membaca al-Qur’an dengan baik.
Mereka yang mampu membacanya dengan baik adalah karena mereka juga sekolah agama di sore hari, ngaji di masjid atau kursus sendiri.
“Padahal kita punya Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,” tegas Anggota MPR RI tersebut.