NASIONAL - Katib Syuriah PBNU, Dr KH Hilmy Muhammad menjelaskan tiga cara penyerapan hukum Islam dalam hukum negara.
Tiga cara penyerapan itu adalah formalisasi, substansi, esensial (jauhariyah).
Penegasan pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta itu disampaikan dalam Halaqoh Fiqih Peradaban bertemakan ''Fiqih dan Tasawuf dalam Kehidupan Bernegara'.
Baca Juga: Rahasia Pancasila Sesuai Syariat Islam Menurut Pakar Ushul Fiqih
Acara yang dilaksanakan pada 13 November 2022 di Pesantren Salafiyah Kota Pasuruan itu juga dihadiri Wakil Rais Aam PBNU, KH Afifuddin Muhajir.
Menurut Gus Hilmy, sapaannya, NU melalui Muktamar 32 di Makassar, telah memungkinkan melakukan penyerapan hukum Islam dalam hukum negara melalui tiga cara, yaitu formalisasi, substansi, esensial (jauhariyah).
“Formalisasi berarti menjadikan hukum syariat sebagai hukum formal negara, seperti haji , zakat , dan sebagainya," katanya.
Sementara substansi, lanjutnya, berarti larangan di dalam agama dijadikan aturan meskipun tidak menggunakan istilah agama, seperti larangan narkoba, pornografi, dan sebagainya.
"Dan yang terakhir adalah esensial, seperti hukum yang ada di masyarakat meski tidak tertulis dan formal. Ketiganya menjadi urutan penerapan hukum kita,” ungkap pria yang juga anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tersebut.
Baca Juga: Ciri Utama Demokrasi Pancasila di Indonesia menurut Gus Hilmy