Mengagumkan, Ini Pidato Ilmiah Gus Yahya Saat Raih Gelar Doktor Honoris Causa di UIN Sunan Kalijaga

- 14 Februari 2023, 08:44 WIB
Mengagumkan, Ini Pidato Ilmiah Gus Yahya Saat Raih Gelar Doktor Honoris Causa di UIN Sunan Kalijaga
Mengagumkan, Ini Pidato Ilmiah Gus Yahya Saat Raih Gelar Doktor Honoris Causa di UIN Sunan Kalijaga /beritabantul/

Selama lebih dari tiga belas abad, yaitu sejak Rasulullah saw berhasil menciptakan tatanan sosial politik bagi masyarakat Madinah sampai dengan runtuhnya Turki Utsmani, kehidupan kolektif umat Islam dikerangkai dengan suatu model politik yang kurang lebih tetap atau konstan, tanpa perubahan yang berarti.

Maka selama lebih dari tiga belas abad itu pula ortodoksi syariat tumbuh dan mapan sebagai konstruksi tertib sosial yang saling berkelindan, tak terpisahkan dengan model konstruksi politik tersebut.

Model ortodoksi syariat dan konstruksi politik yang mapan laksana sepasang jodoh atau dua sisi mata uang yang sama. Dengan runtuhnya Turki Utsmani model konstruksi politik yang tumbuh selama tiga belas abad itu pun hilang begitu saja. Maka ortodoksi syariat kehilangan pasangannya.

Ketika konstruksi-konstruksi politik yang baru, kemudian bermunculan ortodoksi syariat tidak dapat secara seirama menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut. Kesulitan ortodoksi syariat beradaptasi dengan perubahan itu berakar pada dua hal.

Pertama, karena dalam ortodoksi syariat itu dikembangkan disiplin paradigmatik yang mencegah atau membatasi perubahan-perubahan.

Kedua, model otoritas politik yang disemati wewenang untuk menginisiasi dan menyangga perubahan-perubahan dalam ortodoksi syariat itu sendiri sudah tidak ada.

Kepincangan ini menjadikan operasionalisasi syariat (tathbîq asy-syarî’ah) suatu arena pergulatan yang cenderung kacau akibat hilangnya koherensi antara kerangka konseptual ortodoksi syariat dengan realitas obyektif dari konstruksi politik yang tersedia.

Konstruksi negara bangsa yang merupakan basis dari tata dunia hari ini tidak menyediakan fungsi hakim sebagaimana disyaratkan dalam tathbîq asy-syarî’ah.

Bahkan negara-negara yang mengklaim identitas Islam pun secara konseptual tidak punya kapasitas untuk menyediakan pemangku peran hâkim yang dapat diterima universal oleh dunia Islam seluruhnya.

Sebab, tidak satu pun dari negara-negara Islam itu memiliki legitimasi sebagai wakil konstruksi politik Islam sebagaimana yang disyaratkan dalam kerangka kerja ortodoksi syariat. Persis, karena masing-masing negara Islam dibangun dalam kerangka kerja negara bangsa.

Halaman:

Editor: Muhammadun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah