Kisah Bung Karno Bersepeda, dari Romantisme hingga Ideologi Marhaenisme

- 19 Juli 2022, 18:12 WIB
Bung Karno berboncengan dengan Fatmawati
Bung Karno berboncengan dengan Fatmawati /Facebook/Aulia Rahmat/Facebook

BERITA BANTUL - Ada banyak sekali foto ikonik dari Soekarno, atau yang akrab disapa Bung Karno, baik semasa kolonial hingga Putra Sang Fajar ini dilengserkan oleh Orde Baru di medio 1960-an.

Dari foto di depan Landraad Bandung saat membacakan pledoi tersohor "Indonesia Menggugat" hingga foto-foto dengan pelbagai tokoh dunia.

Fotograf historik seperti berbagi api dengan Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Sergeyevich Khrushchev dan Perdana Mentri India Jawaharlal Nehru, foto obrolan dengan John F. Kennedy, Joseph Broz Tito, Che Guevara, hingga artis kondang Amerika Marilyn Monroe.

Akan tetapi, dari semua gambar yang tertangkap kamera, foto bersepeda dengan sang Ibu Negara adalah foto terbaik dari semua foto Bung Besar.

Baca Juga: DAHSYAT, Saat Bung Karno Bagikan Zakat Fitrah di Makam Sunan Giri

Foto ini selain ikonik, juga menjadi semacam wakil dari romantisme khas ala Bung Karno. Sangat manis.

Ternyata bersepeda dengan Fatwamati di Uttar Pradesh ini bukan bagian resmi yang sengaja disiapkan pemerintah India saat Bung Karno berkunjung di India. Dalam perjalanan menuju Taj Mahal di Agra, mobil yang dikendarai Bung Karno mengalami kempes ban.

Selagi sopir, pengawal, dan ajudan sibuk mengganti roda ban mobil, Bung Karno menghampiri seorang warga India yang bersama masyarakat lain menyaksikannya di pinggir jalan.

Entah apa yang disampaikan Bung Karno, yang pasti sebentar kemudian warga India itu menyerahkan sepeda kepada Bung Karno.

“Ayo, Fat!” ajak Bung Karno. Bu Fatma kaget diajak sang suami naik sepeda.

Baca Juga: Sejarah Stadion Utama Gelora Bung Karno, yang Menjadi Kebanggaan dan Saksi Perkembangan Sepak Bola Indonesia

Sambil melangkah ragu mendekati Bung Karno, Bu Fatma berkata “Apakah kita akan melanjutkan perjalanan dengan sepeda? Masih jauhkah untuk sampai di Taj Mahal? Apa reaksi para petugas protokol kenegaraan India nantinya? Tamu negara, kok, boncengan sepeda,” tanya Bu Fatma kebingungan.

“Sudah siap, ayo kita bersepeda!” kata Bung Karno sambil mulai mengayuh sepeda, memboncengkan Fatmawati, menyusuri jalan menuju Taj Mahal di Uttar Pradesh.

Penasaran apa yang terjadi selanjutnya? Ya, tentu saja selesai petugas mengganti roda, mobil segera menyusul Bung Karno, dan memohon agar presiden Indonesia itu naik mobil kenegaraan kembali.

Bung Karno memang menjadi salah salah satu presiden republik yang sangat gemar bersepeda.

Sejak masih muda di Surabaya, masa pembuangan di Bengkulu, dan bahkan beberapa kali lawatan ke luar negeri pun Bung Karno masih menyempatkan bersepeda.

Baca Juga: Di Indonesia Ini Banyak Maling tapi Mempunyai Anak yang Saleh, Begini Penyebabnya Menurut Gus Baha

Seperti saat melawat ke Denmark tahun 1959, yang ini juga menjadi salah satu foto ikonik, ketika Bung Karno bersepeda di jalanan Kopenhagen dan seorang anak kecil berlari mengikuti ayuhannya.

Sepeda juga menjadi bagian kecil dari kehidupan politik dan pemikiran Presiden Soekarno yang sangat penting.

Saat sedang asyik bersepeda, Bung Karno kerap mengalami berbagai peristiwa tidak terlupakan. Di antaranya saat bertemu dengan pemuda Marhaen.

Dalam buku Kuantar ke Gerbang, Inggit Ganarsih menceritakan, dengan wajah penuh gembira Bung Karno bercerita bahwa dirinya habis mengayuh sepeda ke Cigereleng sampai di Desa Cibintinu dan bertemu dengan petani yang masih muda bernama Marhaen.

Baca Juga: Sindiran Buya Syafi’i Ma’arif untuk Umat yang Mengaku Bertuhan namun Justru Menyembah Sejarah

Dengan penuh semangat, Soekarno menceritakan kesannya setelah bertemu pemuda Marhaen. Dia menggambarkan sosok Marhaen sebagai petani kecil dan punya alat-alat kecil sekadar cukup untuk dirinya sendiri.

Penghasilan petani Marhaen juga kecil, sekadar cukup untuk dirinya sendiri dan mengganjal perut keluarganya. Tidak ada yang lebihnya sedikit pun.

Dia juga tidak bekerja untuk orang lain dan tidak ada orang lain yang bekerja untuknya. Singkat kata, pada diri Marhaen tidak ada pengisapan tenaga dari seseorang oleh orang lain.

"Marhaenisme adalah sosialisme Indonesia dalam praktik," demikian ideologi yang kemudian dikenal dengan Marhaenisme.

Baca Juga: Rahasia Weton Presiden Pertama Indonesia, Bung Karno Sosok Pemimpin yang Digandrungi Khodam Ratu Kidul

Artikel di atas dilansir dari status Aulia Rahmat pada Facebook pribadinya yang diunggah pada 13 Juli 2020.***

Editor: Joko W

Sumber: Facebook


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah