Cerpen 'Si Nakal Tetapi Berakal”, Bukti Anak Zaman Sekarang Semakin Berakal Besar

- 27 Desember 2022, 17:55 WIB
Agar anak-anak terhindar dari rasa malas
Agar anak-anak terhindar dari rasa malas /pixabay/sasint

PENDIDIKAN-Dalam tulisan kali ini, saya ingin bercerita tentang salah satu saudara perempuan yang paling kecil tetapi berakal besar, layaknya orang dewasa.

Cerita ini dibungkus dengan karya tulis cerita pendek seperti pada umumnya. Dengan bahasa sederhana dan cukup menarik jika dibaca, mungkin bisa buat pengetahuan tentang anak kecil zaman sekarang.

Sebab, anak kecil zaman sekarang berbeda dengan anak kecil zaman dahulu. Sekarang lebih memilih bermain gadget daripada bermain bersama teman-temannya dengan permainan zaman dahulu.

Baca Juga: Cerpen “Si Kecil Berbisnis” Dapat Menginspirasi Pemuda Zaman Sekarang

Tidak terlalu buruk sebenarnya, karena mereka memang perlu tanggap digital sejak dini. Untuk itu, mereka lebih suka di rumah masing-masing dengan kesibukannya.

Terbukti pula pada cerita pendek yang berjudul “Si Nakal Tetapi Berakal” di bawah ini. Selamat membaca.

Di sebuah pondok kecil hiduplah si bocah kecil nakal tapi berakal. Tak sebatangkara tetapi lengkap bersama saudara dan orang tuanya. Kesederhanaan menghiasi penuh suka duka bersamanya. Ayahnya seorang petani atau pekebun salak warisan keluarga kakek neneknya, untuk menghidupi lalu-lalang kehidupan sekian saudara yang tak sedikit dikira. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang tak kenal lelah mengurus anak suami dan rumah sederhananya.

Anak ke-8, si bocah paling akhir dari sekian saudaranya, sering dijuluki si nakal tetapi berakal. Dari sifat pemarah lagi bengis yang menonjolkannya. Dari sifat cerdik dalam menyelesaikan suatu masalah di balik kebenarannya. Dua sifat itulah, Ilfi dalam mempertahankan kebenaran dari lawannya.

Baca Juga: Lirboyo yang Penuh Kharisma dan Pesona, Ribuan Santri Mengaji Kitab Kuning Tiap Hari

Keseharian Ilfi tak lepas dari sifat pemarah lagi bengisnya yang membuat saudaranya makin gemes tak habis-habis. Apalagi dari sifat cerdiknya yang setiap kali disuruh tetapi selalu memiliki jawaban yang berakal untuk mengelak dan menghindarinya. Diberi saran tetapi selalu membangkang. Hingga kakaknya sering darah tinggi ketika itu. Hal sepele saja, ketika kakaknya mau mandi dia selalu ikut-ikutan ingin mandi juga.

“Mandi Ah!”, ujar kakaknya di samping Ilfi.

“Ikut Kak?”, sontak Ilfi sambil melihat kakaknya mengambil baju ganti di almari.

“Hah...ikut! Nggk maulah”, jawab sinis dari kakaknya yang sudah berpikir bahwa setiap kali mandi selalu begitu. Harapnya kali ini tak ingin mandi bersamanya karena selalu bikin lama dan ribet banget. Tapi tetap aja Si Bocah ini pasti ngotot sampai keturutan keinginannya. Batin kakaknya.

Baca Juga: Pergolakan Pemikiran di Jantung Tradisi NU Bersumber dari Keilmuan Pesantren

“Ikut Kak ikut...?”, sambil merengek tarik-tarik lengan baju yang dipakai kakaknya ketika itu. Hingga kakaknya luluh mengizinkan baru mau melepasnya.

“Oke deh”, jawab kakaknya dengan rasa tak tega melihat merengek-rengek seperti bocah belum makan seharian.

“Yeay...”, seru Ilfi yang senang sekali bisa mandi lagi bersama kakak perempuannya yang paling gemar mandi dan suka bersih-bersih. Karena setelah sekian lama kakaknya itu hidup di pesantren dan baru pulang kemarin karena liburan Ramadhan dan Lebaran tahun ini.

“Tapi ingat, kakak mandi dengan air hangat dan...”, belum selesai bicara sudah main dipotong aja. “Dan aku yang memasak airnya, iya toh...”, lanjut Ilfi yang telah berpikir bahwa pasti dengan syarat harus memasak airnya.

Baca Juga: Cerpen “Si Kecil Berbisnis” Dapat Menginspirasi Pemuda Zaman Sekarang

“Nah, pintar sekali”, tanggapan kakaknya sambil tertawa.

“Kalau gitu aku nggak mau?”, ujar Ilfi sambil mendekap kedua tangannya dengan wajah jutek. “Kakak nggak adil, masak aku yang masih kecil gini disuruh masak air sendirian”, lanjutnya dengan pendapatnya sendiri yang masuk akal hingga membuat kakaknya tak bisa beralasan lagi.

“Iya deh...iya”, jawab kakaknya dengan paham apa yang harus dilakukannya agar Si Bocah itu mau melakukannya dan tak berdebat terus hanya karena air hangat saja.

Setelah mereka selesai memasak airnya dan disajikan di kamar mandi, lalu lanjut mempersiapkan baju ganti yang akan dipakainya. Perang dunia kedua pun berlanjut hanya karena baju yang tak sependapat dengan Si Bocah tersebut. Kakaknya pun melihat baju ganti yang diambil hanya itu-itu saja, yaitu baju olahraga bekas waktu dia menginjak Taman Kanak-kanak. Komentar kakaknya pun keluar dari mulutnya, “Kok pakai itu lagi, kemarin baru aja dipakai mau dipakai lagi kayak nggak punya baju lain aja”.

Baca Juga: Jadi Santri Berat Tidak! Ini Jawabannya Santri Modern, Nyantri Sekaligus Sekolah

“Apasih Kak, biar to aku suka bajunya kok”, jawabnya

“Heh...bajumu tuh banyak... yang dikasih dari saudara sepupumu itu mana... Jauh-jauh dibawakan kok nggak dipakai, buat apa kalau nggak dipakai?”, Saran kakaknya dengan penuh keyakinan agar mau pakai baju lain. Tetapi tetap saja Ilfi tak mau pakai baju yang disarankan kakaknya. Dia terus memutar otaknya biar tak memenuhi perintah kakaknya yang seperti superman merah memanah selalu mengatur kehidupan orang lain. Batin ejekan dari Si Bocah Nakal.

Kakaknya pun kali ini tak mau kalah. Dia berusaha mencarikan baju yang sekiranya mau dipakai oleh adiknya. “Ini mau nggak?”, sambil menampakkan baju yang didapatnya. “Itu harus diberi jarum cantel dibagian lehernya...”, saut Ilfi. “Iya gampangkan nanti carikan”, jawab kakaknya. “Mau yang mana celananya? Ini ya...”, sambil menampakkan celana adiknya sebagai pasangan baju yang tadi.

“Ya...”, lanjut adiknya dengan jawaban yang sedikit memuaskan kakaknya.

“Ya udah. Ayok mandi cepat belum Sholat Dzuhur juga”, ajakan kakaknya sedikit keras dan cepat bergegas ke tempat kamar mandi.

Baca Juga: Pikiranlah yang Menjadikan Seseorang Pemenang atau Pecundang

Dari kamar tidur Ibu memanggil mereka, “Ada apa to? Ribut-ribut dari tadi”,

“Biasa Bu” jawab kakaknya dengan raut muka masih sinis dengan tingkah laku adiknya tadi. Si Bocah itu pun masih aja cengeng yang kekeh tak mau dikasih saran oleh kakaknya tadi.

Kakaknya tetap lanjut beranjak ke kamar mandi melihat waktu yang semakin maju. Sesampainya di dalam kamar mandi, kakaknya masih mencoba memanggil-manggil adiknya yang katanya mau ikut mandi. “Dek Ilfi ayo jadi mandi nggak?”.

“Nggak...”, jawab Ilfi dengan sedikit perasaan marah atas kejadian tadi.

“Beneran ini nggak jadi?”, Lanjut kakaknya sambil menyakinkan kembali adiknya agar mau ikut mandi karena sudah ada dua ember air hangat sebagai bilasan mandi nantinya. “Kalau nggak mau air hangatmu tak pakai lho”, Rayuan kakaknya.

Baca Juga: Strategi Mendidik Anak di Rumah Menurut Dr KH Jamal Ma'mur Asmani

“Iya situ, pakai aja”, jawab adiknya dengan kekeh nggak mau ikut mandi bersama kakaknya. “Ya udah”, ujar kakaknya dengan muka pasrah.

Dan akhirnya kakaknya pun mandi sendiri dengan cepat dan menikmatinya tanpa ada riuhan adiknya yang Si Bocah Nakal tersebut.

Setelah kakaknya selesai mandi dan sholat, adiknya masih sedikit merasa marah ketika melihat wajah kakaknya yang garang itu. Kakaknya sempat berpikir mengapa adiknya tak mau mandi bersamanya. Hingga menyapa adiknya, “Hiii...nggak mandi?”.

“Aku mandi sama ibu kok wekkk...”, Ejekan adiknya sambil berjalan keluar rumah.

‘Sudah kuduga, emang Si Bocah Nakal punya akal banyak buat alasan ya”, Gumam kakaknya.

Baca Juga: Cerpen “Si Kecil Berbisnis” Dapat Menginspirasi Pemuda Zaman Sekarang

Dari situlah mereka saling berdebat kembali seperti dulu ketika kakaknya belum masuk pesantren. Kakaknya yang sudah menginjak kuliah saja kalah dengan alasan yang dilontarkan dari adiknya yang baru menginjak kelas 1 SD. Kehidupan Si Bocah Nakal tersebut memang sungguh mengesankan, ketika kakaknya sedang di pesantren selalu rindu dengan ocehan adiknya yang menggemaskan yang membuat emosi bermunculan.

Si Bocah Nakal tersebut selalu cuek, santai, ketika ada orang yang tak suka dengannya. Karena Si Bocah tersebut selalu berpikir bahwa dirinya juga manusia punya rasa salah juga benar. “Aku memang nakal tetapi aku punya akal untuk membela diri bahwa sesuatu itu bisa diselesaikan dengan akal”, Gumam Si Bocah itu.

Tingkah lakunya memang seperti anak-anak tetapi akalnya seperti pemuda dewasa yang selalu menggunakan akalnya ketika menemui masalah. Orangtuanya pun hanya bisa menggelengkan kepala dan tertawa kagum dengan Si Bocah Nakal Tetapi Berakal tersebut.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Siti Fatimah Zahro, Mahasiswa Program Studi (Prodi) Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sunan Pandanaran, Yogyakarta.

 

 

 

Editor: Ahmad Syaefudin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x