Network
BERITA BANTUL - KH Maimoen Zubair Sarang Rembang dikenal luas sebagai sosok ulama yang sangat luas ilmunya. Pandangan hidup Mbah Moen, sapaan akrabnya, selalu jadi rujukan umat, termasuk dalam berbangsa dan bernegara.
Walaupun sudah wafat, namanya terus jadi rujukan. Gus Baha, santri Mbah Moen, tak pernah sepi membicarakan sang guru dalam setiap ngajinya.
Keistimewaan Gus Baha tak bisa dilepaskan dari didikan yang dilakukan Mbah Moen.
Baca Juga: Makna Kata Allah dan Baca Dzikir Hu Menurut KH Maimoen Zubair Sarang
Jalan hidup Mbah Moen dikenal dengan ngaji. Sebagaimana dikutip BeritaBantul.com dari akun facebook Amirul Ulum yang diunggah pada 11 Januari 2022, ditegaskan bahwa salah satu kunci keberhasilan Masyayikh Sarang dalam mendidik para santri adalah istiqomahnya dalam mengajar.
"Sesibuk apapun mereka, pasti masalah mulang ngaji menjadi prioritas utama. Setiap bakda maktubah, menjadi masa terindah dalam mulang ngaji, ditambah waktu yang lainnya," tegas Ulum yang juga penulis buku biografi KH Maimoen Zubair.
Karena pentingnya masalah ngaji ini, lanjut Ulum, maka Mbah Moen pernah berkata, “Tarekatku itu Naqsabandi, tapi wiridanku itu mulang ngaji.”
"Dalam kesempatan lain, beliau ngendiko, “Tarekatku iku mulang ngaji.” Hal ini yang ditiru oleh putra-putranya, salah satunya adalah Syaikhuna Muhammad Najih yang waktunya hampir semuanya dicurahkan untuk mulang ngaji. Beliau berpesan, “Jika ada orang bertanya tentang terekat kita (santri Sarang), maka jawablah, tarekat kita adalah ngaji kitab Fathal Qarib dan Fathal Mu’in.” Intinya adalah bertafaqquh fiddin menjadi prioritas utama santri Sarang," tegasnya.
Lebih lanjut, Ulum menegaskan bahwa meskipun Pesantren Sarang dikenal dengan ngajinya, bukan berarti tidak mempunyai amalan tarekat.
Baca Juga: Gus Baha Kisahkan Humor Mbah Moen dengan Santri Lugunya
