Sejarah Rasulullah dalam Perjanjian Hudaibiyah

- 22 September 2022, 12:56 WIB
Sejarah Rasulullah dalam Perjanjian Hudaibiyah
Sejarah Rasulullah dalam Perjanjian Hudaibiyah /beritabantul/

SEJARAH NABI - Dakwah Nabi Muhammad SAW selalu menegakkan kedamaian dan kesejukan dalam berbagai aspek kehidupan, tidak ada cara perang dalam dakwah Nabi. 

Tapi perjanjian Hudaibiyah menjadi catatan khusus, karena hampir Rasulullah melakukan perang. 

Rasulullah tetap kedepankan perdamaian, sehingga sejarah perjanjian Hudaibiyah membuat suasana tenang dan bisa diredam. 

Baca Juga: Rahasia Karomah Habib Luthfi bin Yahya Duduk di Samping Rasulullah SAW

Saat itu, usai perang Khandaq, Rasulullah membawa 1500 pasukan menuju Makkah. Tidak ada maksud perang di sana. Tapi kafir Quraisy tidak percaya itu.

Sayyidina Utsman menjadi utusan Rasulullah untuk menjelaskan itu, tapi kaum musyrikin Quraisy memang kepala batu. Utsman bin Affan mereka tahan selama 3 hari.

Utusan Nabi yang pertama, Kharrasiy Al Khuza'iy malah ditolak sebelumnya.

Saat itu, di kalangan kaum muslimin terdengar desas-desus bahwa Utsman bin Affan telah mati dibunuh.

Untuk menghadapi kemungkinan Utsman bin Affan benar-benar dibunuh oleh orang-orang Quraisy, Nabi Muhammad berseru kepada para sahabatnya supaya menyatakan janji setia (bai'at) guna melancarkan serangan menuntut bela melawan penghianatan Quraisy.

Kaum muslimin berlomba-lomba menyambut seruan beliau. Mereka siap memanggul senjata untuk berperang melawan Quraisy.

Baca Juga: Urutan Nasab Nabi Muhammad Melalui Jalur Ayahnya Menurut Ibnu Katsir

Janji setia kaum muslimin kepada Rasul Allah . yang bersejarah itu dilakukan oleh mereka di bawah sebatang pohon.

Peristiwa itu dikenal dengan nama "Bai'atur Ridhwan" (janji setia yang diridhoi Allah). Satu peristiwa yang dipuji Allah dalam Al-Qur'an.

Mendengarkan kebulatan tekad kaum muslimin di bawah pimpinan Rasul Allah itu, kaum musyrikin Quraisy merasa gentar.

Mereka sudah mengenal betapa gigihnya kaum muslimin berperang, seperti yang telah dibuktikan pada masa-masa yang lalu.

Musyrikin Quraisy mengirim utusan yang dipimpin oleh Suhail bin Amr. Setelah perutusan itu mengadakan perundingan dengan Rasul Allah, dua belah fihak sepakat untuk menanda-tangani sebuah perjanjian gencatan senjata.

Nabi Muhammad memerintahkan Imam Ali bin Abi Thalib supaya menuliskan nashah perjanjian yang akan ditanda-tangani oleh kedua belah fihak.

Baca Juga: Urutan Nasab Nabi Muhammad Melalui Jalur Ayahnya Menurut Ibnu Katsir

Sedangkan beliau sendiri mendiktekan syarat-syarat yang telah disetujui bersama.

Pertama-tama beliau berkata: "Tulislah: "Bismillaahi ar-Rahman ar-Rahim . . ."

Mendengar kalimat itu Suhail menukas: "Berhenti dulu. Aku tidak mengerti apa ar-Rahman ar-Rahim" itu! Tulis saja "Dengan nama-Mu, ya Allah. . ."

Tanpa menyangkal lagi Rasul Allah memerintahkan Imam Ali supaya menulis apa yang diminta oleh Suhail.

Kemudian beliau meneruskan, "Tulislah: 'Inilah perjanjian yang diadakan oleh Muhammad Rasul Allah dengan Suhail bin 'Amr'…"

Suhail memotong "Berhenti dulu. Kalau aku percaya engkau Rasul Allah, tentu aku tidak akan memerangimu. Tuliskan saja namamu dan nama ayahmu...!"

Rasul Allah menuruti apa yang diminta oleh Suhail.

Beliau memerintahkan Imam Ali supaya menuliskan kalimat: "Inilah perjanjian yang telah disepakati Muhammad bin Abdullah..." dst.

Baca Juga: Jangan Suka Meminta Kecuali Kepada Allah, Pesan Dr KH Imaduddin Sukamto Ketua STAI Sunan Pandanaran

Kemudian dilanjutkan dengan penulisan teks syarat-syarat perjanjian yang terdiri dari empat pokok:

1. Perjanjian gencatan senjata antara kedua belah fihak berlaku selama masa 10 tahun.

2. Jika ada orang dari fihak kafir Quraisy memeluk Islam kemudian bergabung dengan Rasul Allah  tanpa seizin Quraisy, orang itu akan dikembalikan oleh Rasul Allah kepada Quraisy.

Sebaliknya jika ada orang dari fihak Rasul Allah yang murtad dan kembali ke fihak Quraisy, orang itu oleh Quraisy tidak akan dikembalikan kepada Rasul Allah.

3. Jika ada orang Arab ingin bersekutu dengan Rasul Allah, dibolehkan. Dan apabila ada orang-orang Arab lain ingin bersekutu dengan kaum Quraisy, ia bebas berbuat demikian.

4. Rasul Allah dengan para pengikutnya harus pulang meninggalkan Makkah. Mereka berhak untuk kembali lagi ke Makkah pada musim haji yang akan datang untuk berziarah ke Baitul Haram, dengan syarat: mereka hanya akan tinggal di Makkah selama 3 hari, dan tidak akan mengeluarkan pedang dari sarungnya.

Baca Juga: Kisahkan Nabi Muhammad yang Tidak Makan selama Tiga Hari, Gus Baha: Berat Ini

Tidak lama setelah "Perjanjian Hudaibiyah" itu ditandatangani, Banu Khuza'ah segera menyatakan bersekutu dengan Rasul Allah.

Sedangkan Banu Bakr menyatakan bersekutu dengan fihak Quraisy.

Dengan perjanjian tersebut kaum muslimin memperoleh kesempatan leluasa untuk menyiarkan agama Islam kepada orang-orang Arab di luar kaum musyrikin Quraisy, dan memperoleh waktu yang cukup untuk membangun dan memperkuat negeri.

Keterangan tersebut dikutip dari buku 'Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib' karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini yang diterbitkan Lembaga Penyelidikan Islam tahun 1981.***

Editor: Muhammadun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x