Mbah Mutamakkin Kajen dan Gus Dur: Rahasia Langit dalam Ajaran Joko Tingkir

- 12 Desember 2022, 17:07 WIB
Gus Dur dan KH Abdullah Salam dikenal sama-sama keturunan Mbah Mutamakkin Kajen dan Joko Tingkir
Gus Dur dan KH Abdullah Salam dikenal sama-sama keturunan Mbah Mutamakkin Kajen dan Joko Tingkir /facebook/adib/

Haji Ahmad Mutamakin, demikianlah nama lengkap Mbah Mutamakin. Tinggal di Desa Cebolek, Tuban, sebuah wilayah di pesisir Jawa Timur. Dia hidup pada zaman kekuasaan Sunan Amangkurat IV (1719 - 1726) dan putranya, Pakubuwana II (1726 - 1749).

Cerita tentang keberadaan Mbah Mutamakin ini didapat dari Serat Cebolek, karya seorang pujangga keraton Surakarta abad ke-18 yang dikenal sangat produktif, Raden Ngabehi Yasadipura I. Ditulis dalam bentuk macapat terdiri atas 11 pupuh dan menggunakan gaya bahasa Jawa Baru.

Banyak orang menilai, karya kakek dari Rangga Warsita ini tergolong salah satu karya yang memikat. CC Berg berpendapat, Serat Cebolek merupakan sebuah karya susastra yang berisi gambaran penting tentang sinkretisme keagamaan di Jawa. Poerbatjaraka memasukkan naskah ini ke dalam kesusastraan Jawa zaman Surakarta awal.

S Soebardi (1991) dalam desertasinya yang berjudul Serat Cebolek, Kuasa, Agama dan Pembebasan memasukkan karya Yasadipura I dalam tradisi pemikiran Islam periode pertama, jauh sebelum pemikiran para reformis muncul, seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad 'Abduh, dan Muhammad Iqbal.

Baca Juga: Ketajaman Firasat Politik Gus Dur, Dari Hikmah Para Wali Menjadi Presiden RI

Saripati kisah Serat Cebolek ialah adanya ketegangan tafsiran antara ulama pembela syariat minded di satu sisi, dan ulama yang menolak kekakuan penerapan ajaran formal legalistik Islam dan tetap memegang ajaran mistik Jawa di sisi lain.

Seperti diketahui di sepanjang awal Islamisasi tanah Jawa, konflik tersebut secara tematik dikenal cukup akrab oleh masyarakat Jawa. Sebutlah cerita Syaikh Siti Jenar, Sunan Panggung, ataupun Syaikh Among Raga, bisa dikata perdebatan yang mengemuka selalu seputar topik itu.

Demikian juga Mbah Mutamakin. Dia menyatakan diri telah mencapai "kasunyatan" atau esensi, yaitu mencapai maqam Muhammad sebagaimana dipahami tradisi mistis Islam-Jawa.

Dalam khutbah-khutbah ia mengajarkan ilmu hakikat dan menganjurkan murid-muridnya meninggalkan syariah sehingga mengguncangkan fondasi komunitas Islam saat itu.

Barangkali saja ditambah dengan perilakunya yang eksentrik dan susah dipahami orang, Serat Cebolek mencatat, dia dimusuhi oleh banyak ulama.

Halaman:

Editor: Muhammadun

Sumber: Indonesia.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah