Dia menyanpaikan kata-kata indah seperti ini:
مَنْ لَمْ يُحَرِّكْهُ الرَّبِيْعُ وَأَزْهَارُهُ، وَالْعُودُ وَأَوْتَارُهَ، فَهُوَ فَاسِدُ الْمِزَاجِ، لَيْسَ لَهُ عَلَاجٌ
Orang yang jiwanya tak tergerak oleh semilir angin, bunga-bunga, dan suara seruling musim semi, ialah yang kehilangan jiwanya yang sulit terobati.
Bagi Imam Al-Ghazali, musik dapat meningkatkan gairah jiwa. Ia mengajak para pembacanya untuk merenungkan suara-suara burung nuri atau burung-burung yang lain.
Suara-suara itu begitu indah, merdu, dan menciptakan kedamaian di hati pendengarnya.
Seruling yang ditiup, piano yang ditekan satu-satu, biola yang digesek-gesek, atau rebana yang ditabuh adalah suara-suara.
Suara-suara ini hadir mengekspresikan lubuk hati yang dalam. Suara-suara itu tak ada bedanya dengan nyanyian para penyanyi. Kata Imam Al-Ghazali:
فَسِمَاعُ هَذِهِ الْاَصْوَاتِ يَسْتَحِيْلُ اَنْ يُحَرَّمَ لِكَوْنِهَا طَيِّبَةٌ اَوْ مَوْزُوْنَةٌ فَلاَ ذَاهِبٌ اِلَى تَحْرِيْمِ صَوْتِ الْعَنْدَلِيْبِ وَسَائِرِ الطُّيُوْرِ. وَلَا فَرْقَ بَيْنَ حَنْجَرَةٍ وَحَنْجَرَةٍ وَلَا بَيْنَ جَمَادٍ وَحَيَوَانٍ. فَيَنْبَغِى اَنْ يُقَاسَ عَلى صَوْتِ الْعَنْدَلِيبِ وَالْاَصْوَاتِ الْخَارِجَةِ مِنْ سَائِرِ الْاَجْسَامِ بِاخْتِيَارِ الْآدَمِي كَا لَّذِى يَخْرُجُ مِنْ حَلَقِهِ اَوْ مِنْ الْقَضِيْبِ وَالطِّبْلِ وَالدُّفِّ وَغَيْرِهِ
Mendengarkan suara-suara ini mustahil haram. Bagaimanapun ia adalah suara-suara yang indah dan berirama. Tak seorang pun yang mengharamkan suara burung nuri dan burung-burung yang lain. Tak ada beda antara tenggorokan satu dengan tenggorokan yang lain, antara benda tak bergerak dan binatang. Maka, seyogianya suara burung nuri disamakan suara-suara manusia, atau suara-suara bambu, genderang, rebana, dan lain-lain.