Syarat Utama Negara Demokratis Harus Diwujudkan, Pendidikan Inklusif Kuncinya Kata Gus Hilmy

30 Juli 2022, 13:08 WIB
Syarat Utama Negara Demokratis Harus Diwujudkan, Pendidikan Inklusif Kuncinya Kata Gus Hilmy /beritabantul/

BERITA BANTUL - Gus Hilmy menjelaskan bahwa syarat utama negara demokratis harus diwujudkan, dimana pendidikan inklusif adalah kunci utamanya.

Bagi Gus Hilmy, pendidikan inklusif harus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, sebagai upaya untuk memberikan akses ilmu pengetahuan dan pekerjaan.

Dari pendidikan inklusif, maka dapat dibangun tatanan masyarakat yang inklusif (inclusive society) dan demokratis.

Baca Juga: Hari Kebangkitan Nasional 2022, Gus Hilmy Ingatkan PR Pendidikan dan Kualitas SDM

Menurut Gus Hilmy, prasyarat utama masyarakat yang demokratis adalah yang memiliki prinsip hurriyyah (kemerdekaan) dan musawah (kesetaraan) dalam hal pendidikan.

Melalui pendidikan inklusif diharapkan masyarakat menjadi semakin baik, saling menghormati dan menghargai harkat dan martabat sesama, dan utamanya memberikan aksesibilitas yang lebih bagi mereka yang berkebutuhan khusus.

Pernyataan Gus Hilmy tersebut disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dengan tema Merajut Nilai-Nilai Kebhinekaan Melalui Pendidikan Inklusif, bertempat di Gedung KH. Abdullah Masduki, Universitas Alma Ata Yogyakarta.

Gus Hilmy adalah sapaan akrab pria yang menjadi anggota MPR RI, Dr. KH. Hilmy Muhammad, M.A. 

“Terbentuknya tatanan masyarakat yang inklusif pada gilirannya akan mendorong seluruh warga masyarakat memiliki kesempatan yang sama, tidak hanya dalam hal pendidikan, tetapi juga kesempatan berikutnya, yaitu dalam dunia kerja,” tegas Gus Hilmy yang juga anggota Komite I DPD RI tersebut pada Jumat, 29 Juli 2022.

Baca Juga: Gus Hilmy Minta KPU Buat Kebijakan yang Setara dalam Pemilu 2024

Landasan hukum penerapan pendidikan inklusif ini, kata Gus Hilmy, terdapat pada UUD NRI 1945 Pasal 31 Ayat 1 dan UU No. 20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Dengan landasan hukum itu, maka tidak boleh ada satu pun dari warga negara yang tidak mendapatkan akses pendidikan. Data BPS hari ini menyatakan, ada sekitar 10 juta orang penyandang disabilitas di Indonesia, dan ini merupakan tanggung jawab bersama," tegasnya.

Menurutnya, jika hari ini tidak memberikan solusi melalui pendidikan, maka ke depan harus mau mengurusi mereka dan negara akan terbebani untuk pemberdayaan.

"Oleh sebab itu, pendidikan inklusif dapat menjadi jalan keluarnya,” tegas Gus Hilmy.

Meski terdapat landasan hukum negara dan ajaran agama juga mengajarkan, Gus Hilmy berpendapat bahwa hal itu tidak serta-merta membuat masyarakat secara sadar dan adil dalam memperlakukan penyandang disabilitas.

Baca Juga: Widya Priyahita Resmi Dilantik Jadi Rektor UNU Yogya 2022-2027, Ini Pesan Gus Yahya

Gus Hilmy mencontohkan adanya fasilitas publik yang belum peka terhadap akses disabilitas seperti masjid.

“Di luar itu, kita juga harus memberikan kesadaran kognitif kepada masyarakat tentang keberadaan penyandang disabilitas agar memberikan perlakuan yang sama," katanya.

Gus Hilmy memberikan gambaran seperti masjid sebagai fasilitas umum yang belum memberikan akses yang baik untuk penyandang disabilitas.

"Padahal kalau Jumatan, mereka ini dihitung sebagai jama’ah. Maka takmir masjid perlu memberikan fasilitas yang adil terhadap sesama jama’ah,” kata pria yang juga salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.

Hadir dalam kesempatan tersebut adalah Rektor Universitas Alma Ata Prof. dr. Hamam Hadi, MS., Sc.D., Sp.GK., serta dua dosen dari kampus tersebut, Dr. H. Akhsanul Fuadi, M.Pd. dan Dr. Muh. Mustakim, M.Pd.I.

Baca Juga: NU Makin Besar Jumlah Warganya, Tembus 120 Juta, Ini Rahasianya Menurut Gus Yahya

Universitas Alma Ata, menurut Prof. Hamam, telah menerapkan pendidikan inklusif. Tidak hanya dalam hal pengakuan dan penerimaan, tetapi juga fasilitasnya.

Dari mulai mars Universitas Alma Ata hingga gedungnya, menyiratkan sikap inklusif tersebut.

“Selain pengakuan dan penerimaan atas penyandang disabilitas, kami juga telah menyediakan fasilitas bagi penyandang disabilitas. Meskipun gedung kami berlantai sembilan, namun sangat mudah diakses bagi mereka,” ujar ahli gizi dari Universitas Gadjah mada tersebut.

Lebih lanjut, Prof. Hamam menjelaskan bahwa dalam pembelajaran di Alma Ata, selain menanamkan nilai-nilai akademik, juga menekankan pentingnya nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, dan kebangsaan.

“Implikasinya kemudian adalah Universitas Alma Ata telah menerima mahasiswa dari berbagai provinsi di seluruh Indonesia. Hanya satu provinsi yang belum pernah kuliah di sini. Selain itu, juga menerima mahasiswa dengan berbagai keyakinan. Tidak hanya muslim, yang nonmuslim pun tidak sedikit,” kata guru besar UGM tersebut.

Hal ini dikuatkan pula oleh Dr. Fuadi, yang menyampaikan materi terkait Pelajar Pancasila.

Baca Juga: Terima Wakaf Tanah 1,3 Hektar, MWC NU Pleret Akan Dirikan Pesantren, SMP dan SMA

Menurut Wakil Rektor (Warek) III Alma Ata tersebut, ada enam prinsip yang harus dipegang oleh Pelajar Pancasila, yaitu beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia; mandiri; berpikir kritis, berkebhinekaan global, bergotong royong, dan kreatif.

“Enam prinsip itu harus tertanam pada diri pelajar atau mahasiswa sebagai pengamalan Pancasila dalam kehidupan akademiknya di kampus,” kata dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) tersebut.

Sementara itu, Dr. Mustakim menyatakan bahwa Empat Pilar yang terdiri dari Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, merupakan harga mati sebagai bagian bangsa Indonesia.

Selanjutnya, terkait pendidikan inklusif, Warek I Alma Ata tersebut mensyaratkan adanya nilai dan prinsip pendidikan inklusif.

“Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam pendidikan inklusif adalah rekognisi, inovasi, fleksibel, adaptif, dan kerja sama,” kata pria yang juga dosen PAI tersebut.***

Editor: Ahmad Amnan

Tags

Terkini

Terpopuler