Kisah Proposal untuk Pejabat, Gus Mus Kepada Gus Yahya: Jangan Sembarangan Mencari Uang!

- 8 Februari 2022, 17:04 WIB
pesan gus mus untuk gus yahya terkait proposal pejabat
pesan gus mus untuk gus yahya terkait proposal pejabat /mata air/

Hanyut dalam cara berpikir yang “normal” dari seorang “gus kontemporer” seperti saya, segera muncul dalam benak saya gagasan untuk mencari bantuan dari sumber-sumber yang paling populer di kalangan pondok pesantren dewasa ini, yaitu para aktor pemangku kepentingan politik, khususnya pejabat-pejabat pemerintahan. Dan saya merasa punya keunggulan dalam hal itu, mengingat saya pernah aktif dalam politik hingga ke puncak arena permainannya (menjadi Juru Bicara Presiden).

Baca Juga: Dahsyatnya Baca Shalawat 1000 Kali dari Kiai Mahrus Aly Lirboyo, Lakukan Minimal 7 Hari, Buktikan Sendiri!

Maka segera pulalah saya kerjakan persiapan yang lazim: menyusun proposal dan surat permohonan bantuan dengan alamat kontak-kontak politik yang saya miliki dikalangan pejabat pemerintahan. Dibagian bawah proposal dan surat-surat permohonan itu saya sediakan ruang untuk tanda tangan paman saya: K.H. A. Mustofa Bisri. Pikir saya, ketokohan paman saya jelas punya harga mahal untuk “dijual”. Saya suruh salah seorang sepupu yang telah saya tunjuk sebagai Ketua Panitia untuk menindaklanjuti dokumen-dokumen itu, termasuk meminta tanda tangan dari paman saya kemudian mengirim ke alamat-alamat yang telah saya tentukan daftarnya.

Satu-dua hari tanpa laporan, saya pikir urusan sudah beres. Tinggal tunggu jawaban. Yang datang kemudian adalah undangan untuk “berkumpul di rumah paman saya” selepas ‘isya. Tak ada informasi untuk keperluan apa. Saya hanya menduga, paman saya hendak mengadakan manakiban untuk suatu hajat tertentu, entah apa.

Agak terlambat saya datang, di ruang tamu telah hadir kyai-kyai dan ustadz-ustadz yang mengajar di pesantren kami, beserta seluruh jajaran Pengurus Pondok, lengkap. Paman saya sendiri belum keluar. Saya segera merasa aneh ketika saya dapati, tak seorang pun yang hadir mengetahui keperluan pertemuan malam itu. Tak ada pula suguhan-suguhan khusus seperti lazimnya orang punya hajat.

Sepupu saya, Si Ketua Panitia, yang ditugasi menyampaikan undangan pertemuan, hanya “embah-embuh”. Malah bolak-balik keluar-masuk ruangan, seperti sibuk ini-itu, tapi tak jelas urusannya. Sejurus-dua-jurus kami menunggu, barulah paman saya muncul.

Baca Juga: Punya Anak Nakal, Bacakan Fatihah, Buktikan Khasiatnya, Ijazah KH Ghofur Sunan Drajat Lamongan

Perasaan aneh menghebat, diikuti ketegangan, melihat raut muka paman saya tidak seperti biasanya. Setahu saya, paman saya senantiasa memperlihatkan wajah cerah setiap menemui tamu. Kecuali malam itu. Wajahnya muram. Jelas-jelas menampakkan kegusaran. Semua yang hadir menyadari ketidaklaziman itu sehingga ketegangan pun merata.

Setelah duduk, tanpa didahului basa-basi maupun bacaan fatihah untuk membuka pertemuan, paman saya langsung meluncurkan kalimat-kalimat tajam, jelas-jelas ditujukan kepada saya. Seandainya saya tidak mengenal beliau, pasti saya ketakutan setengah mati. Ketakutan yang jelas tampak pada wajah-wajah mereka yang hadir. Seorang pengurus pondok bahkan kelihatan amat menderita karena ngampet semaput.

Tapi saya kenal betul paman saya ini. Saya sudah hafal segala kasih-sayangnya. Maka yang lantas mengembang di hati saya adalah gairah belajar yang khusyu’.

Halaman:

Editor: Muhammadun

Sumber: Teronggosong


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah