Hubungan Agama dan Negara Adalah Simbiosis Mutualistik di Indonesia

20 November 2022, 12:40 WIB
Gus Hilmy Krapyak jelaskan hubungan agama dan negara /beritabantul/

NASIONAL - Negara Indonesia menganut aliran simbiosis murualistik terkait hubungan agama dan negara.

Hubungan simbiosis mutualistik adalah hubungan yang saling membutuhkan, saling sinergis, saling kerjasama. 

Bukan hubungan yang meniadakan atau saling bertentangan.

Baca Juga: Rahasia Pancasila Sesuai Syariat Islam Menurut Pakar Ushul Fiqih

Penegasan tersebut disampaikan Katib Syuriah PBNU, Dr KH Hilmy Muhammad dalam acara Halaqoh Fiqih Peradaban di Pesantren Salafiyah Kota Pasuruan. 

Acara yang berlangsung pada 13 November 2022 itu juga dihadiri Wakil Rais Aam PBNU, KH Afifuddin Muhajir.

Menurut Gus Hilmy, sapaannya, hubungan agama dan negara memiliki tiga pola. Dalam tiga pola itu, pola simbiosis mutualistik dianut di Indonesia. 

Bagi Gus Hilmy, dalam melihat hubungan agama dan negara, terdapat tiga pola, yaitu integralistik, sekularistik, dan simbiosis mutualistik.

“Integralistik artinya terdapat hubungan yang saling mengatur antara agama dan negara. Sementara sekularistik, keduanya tidak ada hubungan sama sekali, berjalan sendiri-sendiri," tegas Gus Hilmy.

Baca Juga: 3 Cara Penyerapan Hukum Islam dalam Hukum Negara Menurut Gus Hilmy

Menurut pria yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu, negara Indonesia menganut pola yang ketiga, yaitu keduanya saling membutuhkan, simbiosis mutualistik.

"Bahkan bisa dilihat sejak adanya peradaban, keberadaan agama kerap kali menjadi dasar bagi kekuasaan. Baik di Timur Tengah, Eropa, Asia, dan di tempat-tempat lain. Bahkan partai-partai juga mendasarkan diri pada agama,” ungkap Gus Hilmy.

Menurut Gus Hilmy yang juga Pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta ini, di Indonesia, hubungan timbal balik itu dapat dilihat bagaimana negara melindungi setiap warga negaranya dalam menjalankan agama masing-masing.

"Misalnya seperti negara memfasilitasi hukum-hukum Islam dalam hukum formal negara, seperti UU Perbankan Syariah, UU Haji dan Umrah, UU Perkawinan, UU Zakat, UU Pesantren, dan lain sebagainya. Negara mengatur syariah karena negara memang membutuhkannya," tegasnya.

Baca Juga: Syarat Utama Negara Demokratis Harus Diwujudkan, Pendidikan Inklusif Kuncinya Kata Gus Hilmy

Di samping itu, Gus Hilmy juga menjelaskan tentang nasionalisme sebagai bagian dari kecintaan kepada tanah air yang harus ditanamkan kepada setiap warga negara Indonesia.

Meski demikian, kata Gus Hilmy, kecintaan tersebut tidak termasuk dalam fanatisme. Perilaku yang termasuk fanatisme itu seperti jika ada seorang teman yang jelas-jelas melakukan kesalahan, tetapi masih tetap dibela habis-habisan.

“Kalau ada teman yang jelas-jelas berbuat salah tetapi masih dibela, itu namanya fanatisme keblinger. Ini sekaligus menolak ideologi suatu negara yang menyatakan bahwa salah atau benar negaraku, akan tetap aku bela," katanya.

Bagi Gus Hilmy, ajaran agama Islam menyampaikan apa yang salah disalahkan, apa yang benar dibenarkan.

"Maka fanatisme tidak dapat dibenarkan," tegas Gus Hilmy.

Baca Juga: Derasnya Media Online, Gus Hilmy: Guru Paling Layak Mengisi Konten, Lakukan Secara Efektif dan Mudah Dipahami

Dalam acara tersebut, hadir juga Pengasuh Pesantren Salafiyah Kota Pasuruan, KH Idris Hamid.***

Editor: Amrullah

Tags

Terkini

Terpopuler